Selasa, 28 Juli 2015

SOLO dan kesemrawutan tata kelola Taman Kota




Siapa yang tidak mengenal Kota SOLO, sebuah kota di jantung Provinsi Jawa Tengah dengan beragam cerita dan budaya. Kota SOLO atau Kota Surakarta adalah tempat kelahiran Presiden Indonesia yang ke 7 yaitu Bapak Ir. H Joko Widodo (Pak Jokowi). SOLO yang juga merupakan pusat dua kerajaan besar di tanah jawa yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran adalah kota tua yang beranjak menjadi kota metropolitan yang berbasis budaya. The Spirit of Java ini semakin moncer ketika pemerintahannya dipegang oleh Pak Jokowi sebagai Walikota untuk 2 periode, sebelum beliau naik "pangkat pertama" menjadi Gubernur DKI Jakarta dan berhasil menjadi orang nomor 1 (satu) di Indonesia sebagai Presiden RI untuk masa jabatan tahun 2014 sampai dengan tahun 2015. Banyak prestasi yang telah beliau persembahkan untuk Kota SOLO diantaranya mengkampanyekan penghijauan di Kota SOLO terutama menghidupkan kembali taman kota seperti halnya ketika masa kepemimpinan Bapak HR Hartomo dengan slogan legendarisnya SOLO BERSERI.

Prestasi yang telah dibangun Pak Jokowi ini ternyata tidak bisa dipertahankan oleh penggantinya yang notabene pasangan beliau ketika menjabat sebagai Walikota yaitu Wakil Walikota Bapak FX Hadi Rudyatmo. Taman Kota yang dulu dikonsep rapi dan indah oleh Pak Jokowi , sekarang ini menurut pengamatan kami ketika mudik lebaran dari mulai tangal 14 Juli sampai dengan tanggal 24 Juli 2015 terlihat sangat kumuh dan terkesan tidak terawat. Hal ini bisa dilihat di sepanjang jalan Slamet Riyadi yang notabene urat nadi transportasi di Kota SOLO, taman kota di sepanjang jalan tersebut sangat mengecewakan sekali penampilannya. Hal serupa juga terlihat di seputaran Stadion Manahan, Taman Kota terlihat seperti kebun yang tidak terawat serta menimbulkan kesan jorok dan tidak rapi. Bukan tidak mungkin taman-taman kota di seluruh wilayah Kota SOLO mengalami hal yang sama yaitu tidak terawat, terkesan kumuh dan bisa jadi menjadi sarang penyakit. Selain tidak dirawatnya tumbuh-tumbuhan di taman-taman Kota SOLO secara periodik dan profesional, terindikasi pemilihan jenis tumbuh-tumbuhan juga terkesan alakadarnya, tanpa mempertimbangkan estetika dan kelangsungan kelestarian tumbuh-tumbuhan tersebut. Hal ini menimbulkan kesan asal taman, asal tumbuh dan asal garap saja sehingga kesan "njembrung" atau kumuh langsung tertangkap oleh mata kita. Pohon-pohon yang besar juga tidak dirapikan dengan konsep sehingga tumbuh liar dan seringkali mengganggu pengguna jalan ataupun mengganggu lampu lalu lintas/penerangan jalan.

Sangat disayangkan, prestasi yang telah dibangun Pak Jokowi dengan susah payah, karena repot dalam mengurusi pemerintahan menjadi alasan untuk tidak menjaga dan merawat prestasi tersebut. Padahal kalau Pemerintah Kota mau, dibawah kepemimpinan walikota sekarang seharusnya tinggal menjalankan dan meneruskan program yang ditinggalkan Pak Jokowi. 

Di sisi lain, tidak terawatnya taman kota ini akan berdampak kepada publikasi dan tercorengnya citra baik Kota SOLO baik di tinggal domestik maupun internasional. Taman kota adalah cerminan dari kepemimpinan kepala daerah, istilah kata taman kota adalah etalase terdepan dari citra suatu daerah. Jika kondisi ini terus dibiarkan bukan tidak mungkin lagi, banyak wisatawan yang akan enggan dan mengurungkan niatnya untuk berkunjung di Kota SOLO. Image Kota SOLO yang rapi dan bersih selama kepemimpinan Pak Jokowi akan tinggal kenangan dan makin hari Kota SOLO akan mulai dilupakan oleh masyarakat.

Tidak ada komentar: